Journal Penelitian Teripang

adsense 336x280
Teripang merupakan komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi dan telah digunakan sejak lama sebagai obat-obatan alami. Di pasar dunia, umumnya teripang dipasarkan dalam bentuk kering. Indonesia merupakan negara pengekspor teripang terbesar di dunia. Tetapi, nilai jualnya lebih rendah dibanding negara lain karena mutu yang rendah sebagai hasil proses pengolahan yang kurang baik. Untuk itu, perlu dilakukan studi mengenai proses pengolahan teripang kering. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari proses pengolahan teripang kering serta menentukan mutu teripang kering yang dihasilkan. Teripang segar yang digunakan adalah jenis teripang pasir (Holothuria scabra). Proses pengolahan mengacu pada metode Sasongko (2015) yang dimodifikasi. Teripang kering yang dihasilkan dianalisis proksimat (kadar air, abu dan protein) dan hasilnya dibandingkan dengan SNI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teripang kering memiliki kualitas yang bagus, dilihat dari kenampakan visual dan kandungan proksimatnya. Kadar air teripang kering 7,3%; kadar abu 9,8% dan kadar protein 79,59% dengan tekstur yang keras seperti batu dan warna hitam merata.


HASIL DAN PEMBAHASAN Pengolahan Teripang Kering Mutu teripang kering yang dihasilkan selain ditentukan oleh proses pengolahan yang dilakukan juga ditentukan oleh kualitas bahan baku yang digunakan. Bahan baku teripang segar yang digunakan diusahakan masih dalam keadaan hidup sebelum diolah menjadi teripang kering dan tidak memiliki kerusakan fisik (luka pada bagian tubuh). Penggunaan teripang hidup dimaksudkan agar tidak terjadi penurunan mutu produk teripang kering karena teripang merupakan hasil perikanan yang mudah mengalami kerusakan (highly perishable food). Teripang segar dengan kerusakan fisik juga harus dihindari karena dapat berpotensi untuk menimbulkan stres pada teripang sehingga daya tahan tubuhnya menurun dan mudah mengalami kematian saat proses handling sebelum pengolahan dilakukan. Pengeluaran isi perut Teripang segar yang siap diolah, terlebih dahulu dikeluarkan isi perutnya. Pengeluaran isi perut bertujuan untuk menghindari proses pembusukan pada teripang karena pada isi perut mengadung mikroorganisme yang dapat menyebabkan kebusukan pada teripang. Proses pembusukan yang terjadi ditandai dengan munculnya bau tidak sedap (off odor) dan hilangnya kelenturan daging teripang sehingga teripang menjadi lembek serta tidak kenyal. Aktivitas mikroba dapat menyebabkan kerusakan komponen penyusun jaringan pengikat dan benang-benang daging udang sehingga kehilangan kekuatan untuk menopang struktur daging agar kompak. Kerusakan struktur jaringan daging akan menyebabkan daging kehilangan sifat kelenturannya dan kekenyalannya sehingga menjadi lunak (Hadiwiyoto, 1993). Pengeluaran isi perut umumnya secara tradisional dilakukan dengan cara membelah bagian perut (ventral) teripang, dimulai dari anus hingga mulut (sepanjang tubuh teripang). Tetapi pada penelitian ini, pengeluaran isi perut dilakukan dengan cara menggunting sepanjang 1 cm pada bagian anus. Hal dilakukan untuk meminimalkan bekas sayatan yang tampak pada produk teripang kering. Menurut Purcell (2014), konsumen berdarah Asia yang merupakan konsumen utama produk teripang kering, lebih menyukai teripang kering dengan sedikit sayatan pada bagian tubuhnya. SNI 01-2346-2006 juga menentukan kriteria teripang kering yang baik adalah jika bekas belahan tertutup baik (bekas sayatan tidak tampak).
Teripang yang telah dikeluarkan isi perutnya kemudian dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada tubuh teripang. Pencucian juga dilakukan pada bagian dalam tubuh teripang, agar sisa isi perut benar-benar bersih. Pencucian dilakukan menggunakan air yang bersih untuk menjada higienitas produk yang dihasilkan.

Perebusan
Perebusan merupakan salah satu metode pengolahan tradisional yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan suatu produk. Perebusan yang menggunakan suhu tinggi diharapkan dapat membunuh mikroorganisme pada produk pangan yang dapat mempercepat proses pembusukan makanan. Pada pengolahan teripang kering, perebusan dilakukan sebanyak tiga kali. Perebusan pertama dilakukan pada suhu tidak terlalu tinggi (60 ± 5oC). Hal ini dilakukan agar kulit teripang tidak mengalami kerusakan. Menurut Purcell (2014), lonjakan suhu yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan kulit teripang yang nantinya mempengaruhi kenampakan produk akhir teripang yang dihasilkan. Hutomo (1997) menyatakan bahwa perebusan pertama ini bertujuan untuk memperoleh tekstur yang kenyal pada teripang sehingga memudahkan dalam proses pembersihan kulit teripang. Sasongko (2015) menambahkan bahwa perebusan pertama juga bermanfaat untuk membantu penghilangan lapisan kapur pada kulit teripang karena adanya campuran daun pepaya. Perebusan kedua dilakukan menggunakan air mendidih dan daun pepaya cincang selama 60 menit. Penggunaan suhu yang lebih tinggi dalam waktu lama bertujuan agar mikroorganisme yang tahan terhadap suhu tinggi dapat mati sehingga proses pembusukan tidak terjadi. Daun pepaya yang digunakan bermanfaat untuk mempermudah proses penghilangan lapisan kapur pada kulit teripang. Kulit luar teripang pasir terdiri atas suatu lapisan yang melekat kuat dan terasa kasar dengan rangka berbentuk jarum atau keeping-keping kecil yang berkapur dan menyebar dalam jaringan tubuh (Tanikawa, 1971). Penghilangan lapisan kapur secara tradisional menggunakan daun papaya, buah papaya atau daun gadung. Ketiga bahan tersebut diketahui mengandung enzim papain yang berfungsi untuk mempermudah penghilangan lapisan kapur pada kulit teripang. Papain merupakan enzim proteolitik yang aktivitasnya dapat menghidrolisis protein kolagen pada kulit teripang. Enzim ini akan memecah sebagian besar ikatan peptide asam amino prolin dan hidroksi prolin yang terdapat pada kolagen sehingga kekuatan jaringan sel pada kulit mengalami pelunakan (Sofia, 1992). Hal ini berakibat pada terlepasnya lapisan kapur pada kulit teripang (Sudrajat, 2002). Setelah perebusan selesai, kulit teripang dibersihkan dengan sikat secara hati-hati untuk melepaskan lapisan kapur dari kulit teripang secara menyeluruh. Teripang kering yang bernilai jual tinggi jika permukaan kulitnya berwarna gelap sempurna (tidak terdapat bintik-bintik putih yang menandakan masih terdapat lapisan kapur pada permukaan tubuhnya). Tanikawa (1971) menegaskan bahwa apabila pada permukaan kulit teripang kering masih banyak dijumpai kapur maka produknya digolongkan sebagai produk yang bermutu rendah. Perebusan terakhir dilakukan dengan campuran bumbu-bumbu. Perebusan ketiga ini bertujuan untuk memaksimalkan proses pengeluaran air dari tubuh teripang sehingga proses pengeringan dapat lebih cepat (Hutomo, 1997). EISSN: 2527-5186 Jurnal Enggano Vol. 1, No. 2, September 2016: 11-19 15 Penggunaan bumbu-bumbu dimaksudkan agar bau amis pada te

sumber: https://ejournal.unib.ac.id/index.php/jurnalenggano/article/view/1060/888

Post by : https://vigpowercapsule2.blogspot.com/
adsense 336x280

0 Response to "Journal Penelitian Teripang"

Posting Komentar